Kehadiran Rusia di Suriah semakin menguat, tidak hanya lewat dukungan penuh kepada Damaskus, tetapi juga dengan langkah mendekati SDF di timur laut. Situasi ini menimbulkan spekulasi apakah Moskow sedang memainkan strategi dua kaki demi menjaga pijakan strategisnya di kawasan.
Laporan dari Qamishli memperlihatkan intensifikasi aktivitas militer Rusia. Bandara setempat diperluas, peralatan tempur baru didatangkan, dan fasilitas akomodasi tentara ditambah. Hal ini menegaskan ambisi Moskow untuk mengukuhkan diri sebagai aktor kunci di Suriah utara.
Warga Hasakah dan Qamishli juga mulai terbiasa melihat patroli pasukan Rusia di jalanan. Bagi masyarakat lokal, kehadiran mereka kini bukan lagi sekadar operasi sesaat, melainkan bagian dari kehidupan sehari-hari.
Tidak berhenti di darat, aktivitas udara Rusia juga meningkat. Helikopter-helikopter militernya terbang intensif, memperlihatkan bahwa pemetaan ulang wilayah dan pengendalian langit menjadi bagian dari restrukturisasi militer mereka.
Langkah ini menjadi menarik ketika dikaitkan dengan SDF, yang selama ini dikenal sebagai mitra strategis Amerika Serikat. Kekecewaan Kurdi terhadap Washington yang dianggap tidak konsisten tampaknya dimanfaatkan Rusia untuk membuka jalur komunikasi baru.
Meski begitu, Rusia tetap menjaga hubungan erat dengan Damaskus. Pemerintahan Al Sharaa juga menjalin hubungan dengan Moskow. Posisi ganda ini membuat Rusia mampu bergerak luwes di antara dua kekuatan yang berseberangan.
Strategi serupa pernah terlihat di Afrika, khususnya Sudan. Awalnya, Rusia mendukung RSF, namun dalam perkembangan berikutnya Moskow juga mendekat ke pemerintahan resmi di Port Sudan demi mengamankan akses strategis ke Laut Merah.
Dari sini terlihat bahwa Rusia tidak menaruh taruhan pada satu pihak saja. Mereka membuka banyak pintu agar tetap aman, apapun hasil akhir konstelasi politik di lapangan.
Jika dilihat lebih jauh, pola ini mengingatkan pada situasi India ketika merdeka tahun 1947. Meski Inggris hengkang, kekuatan kolonial lain seperti Portugis masih bercokol di Goa dan Prancis di Pondicheri. Artinya, kekosongan kekuasaan justru memunculkan perebutan pengaruh baru, meski keduanya akhirnya hengkang.
Kondisi tersebut serupa dengan Suriah hari ini. Meski rezim Assad sudah lengser dan diganti pemerintahan Presiden Ahmed Al Sharaa, ada kekuatan asing lain seperti Amerika di wilayah Kurdi, dan Turki yang juga aktif di utara. Rusia tampaknya mencoba mengisi ruang-ruang kosong layaknya Portugis dan Prancis yang tak langsung hengkang dari India pasca kemerdekaan.
Bagi Moskow, fleksibilitas adalah kunci. Jika suatu hari SDF kehilangan dukungan Barat, Rusia sudah siap mengambil alih sebagai pelindung baru. Sebaliknya, jika Damaskus berhasil merebut kembali wilayah Kurdi, Rusia tetap aman karena kedekatannya dengan Damaskus.
Inilah strategi dua kaki yang dianggap banyak analis sebagai bentuk pragmatisme Rusia. Mereka menjaga komunikasi dengan semua pihak agar tidak kehilangan pijakan di Timur Tengah.
Namun, strategi seperti ini juga berisiko. Terlalu banyak bermain di dua sisi bisa menimbulkan ketidakpercayaan, terutama jika pihak-pihak yang merasa dipermainkan mulai mengambil sikap keras.
Sejauh ini, strategi tersebut masih berjalan mulus. Rusia tetap diterima di Damaskus, sementara sebagian elemen Kurdi tidak menutup pintu untuk Moskow. Artinya, manuver diplomasi ganda itu sejauh ini masih efektif.
Amerika Serikat tentu menjadi faktor yang menentukan. Jika Washington merasa pengaruhnya diganggu, potensi ketegangan baru dengan Rusia di Suriah akan sulit dihindari.
Selain itu, Turki pun tak bisa diabaikan. Ankara yang memandang SDF sebagai ancaman, pasti mengamati dengan cermat setiap langkah Rusia di utara Suriah.
Meski demikian, Rusia tampak percaya diri dengan pendekatan ini. Bagi mereka, yang terpenting adalah memastikan posisi geopolitik di Suriah tidak goyah, apapun perubahan konstelasi di masa depan.
Jika ditarik garis besar, strategi Rusia di Suriah adalah cerminan dari praktik kolonial lama di India pasca merdeka. Meski satu kekuatan hengkang, pihak lain segera masuk untuk mengisi kekosongan.
Dengan demikian, Suriah saat ini menjadi panggung besar bagi Rusia untuk memainkan strategi fleksibel, mengamankan pengaruh, dan menjaga pintu terbuka di kedua sisi. Apakah strategi dua kaki ini akan berakhir sukses, waktu yang akan memberikan jawabannya.
Blogger Comment
Facebook Comment